
Teori perkembangan kognitif berasumsi bahwa perkembangan psikologi
seseorang bersifat kualitatif. Menurut Sutiono (1983) perubahan itu
terjadi karena interaksi antara pembawaan dan lingkungan. Jadi manusia
dipandang sebagai aktor yang mempunyai inisiatif terhadap tindakannya
yang menyebabkan lingkungan berinteraksi. Menurut Piaget pada interaksi
itulah seseorang akan mendapatkan pengetahunnya dan pengetahuan
bukanlah sekedar simpanan informasi saja akan tetapi suatu proses atau
rangkaian kegiatan. Kaitannya pada dunia pengajaran, Piaget menyarankan
empat hal yang harus di lakukan pada pembelajaran.
(1) Pendekatan
terpusat ke anak. Mengajarkan sesuatu pada anak akan lebih baik bila
kita memulainya dari perspektif anak bukan dari perspektif guru.
(2)
Aktifitas. Anak membutuhkan kesempatan untuk mengadakan tindakan
terhadap objek yang dipelajarinya, anak sebaiknya mengalami apa yang dia
ketahui.
(3) Belajar secara mandiri. Karena perkembangan struktur
kognitif seorang pada anak tidak sama maka kemandirian dalam belajar
adalah solusi yang baik untuk mengakomodasi itu semua.
(4) Interaksi
sosial. Siswa perlu diberikan atau didorong untuk berinteraksi dengan
lingkungannya, karena dengan interaksi akan terjadi aktifitas seperti
pertukaran pengalaman, membuat pernyataan dan mempertahankan argumen.
Aktifitas seperti ini merupakan hal yang penting untuk mendapatkan
pengetahuan secara baik.
Dari pendapat Piaget di atas bisa
disimpulkan bahwa belajar tidak hanya dituntut untuk menerima
pengetahuan begitu saja akan tetapi harus ada aktifitas mengalami dan
mengujinya secara mandiri di lapangan. Ini sejalan dengan pendapat
Ausubel (1971) bahwa belajar haruslah meaningfull (bermakna) dimana
siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran.
Kebermaknaan pada
pembelajaran matematika seringkali dilupakan dengan alasan bahwa
matematika banyak mengajarkan konsep-konsep abstrak sehingga tidak mudah
mengakomodasi empat hal yang disarankan oleh piaget pada saat belajar.
Pendapat ini tidak bisa disalahkan begitu saja, karena matematika itu
sendiri memang memiliki objek kajian yang abstrak. Ini sejalan dengan
pendapat Soedjadi (2000) yang menyatakan kajian objek pada matematika
seperti fakta, konsep, operasi, dan prinsip itu semuanya abstrak. Misal
saja bilangan, segitiga, dan kubus adalah konsep, itu semua abstrak.
Kata bilangan, segitiga, dan kubus ada pada pikiran manusia saja, itulah
yang menyebabkan matematika tidak mudah diajarkan oleh guru.
Untuk
memecahkan masalah konsep abstrak pada matematika menurut Soedjadi
diperlukan alat bantu dalam belajarnya. Misalkan bila kita ingin
mengenalkan segitiga maka bisa diawali dengan segitiga dari karton atau
kertas, dilanjutkan dengan lidi atau kawat baru kemudian dengan gambar
segitiga yang lebih abstrak, akan tetapi penggunaan alat bantu ini harus
mempertimbangkan prinsip-prinsip pengembangan alat bantu belajar, agar
alat bantu benar-benar membantu siswa dalam belajar sesuai harapan.
Salah
satu alat bantu yang berkembang pesat saat ini adalah multimedia
(komputer). Multimedia berkembang pesat menjadi alat bantu belajar
karena dapat menghadirkan banyak media, seperti teks, suara, gambar,
animasi, dan video. Kelebihan lain dari multimedia adalah bisa dirancang
secara interaktif sebagaimana alat peraga manual. Menurut Gall
(Kusumah, 2007) interaktif itu bisa berupa latihan dan praktek (drill
and practice), tutorial, permainan (games), simulasi (simulation),
penemuan (discovery) dan pemecahan masalah (problem solving).